Ketahuilah Pembagian Hak Asuh Anak setelah Bercerai
Ketahuilah Pembagian Hak Asuh Anak setelah Bercerai – Saat ini sudah semakin banyak orang yang menggugat untuk sebuah perceraian yang ada di suatu rumah tangga. Perceraian yang ditempuh oleh kedua orangtua seharusnya tidak boleh mencederai pemenuhan terhadap hak anak yang juga diatur oleh negara melalui undang-undang hak asuh anak lewat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Dalam Ketentuan Umum Pasal 1 poin 11 dijelaskan bahwa kuasa asuh adalah kekuasaan orangtua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan menumbuhkembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan kemampuan, bakat, serta minatnya.
Menurut Pasal 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, suami dan istri yang sudah bercerai tetap wajib memelihara dan mendidik anaknya demi kebaikan anak itu sendiri. Perceraian juga tidak menggugurkan kewajiban Bapak untuk bertanggung jawab atas semua pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu.
Hak asuh anak diberikan kepada ibu
Di Indonesia, hakim di pengadilan agama cenderung memberikan hak asuh anak setelah bercerai kepada ibunya, terutama bagi anak child blogs yang masih berusia di bawah umur. Bagi umat Muslim, hal ini sudah sejalan dengan ketentuan yang terdapat di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 105 yang berbunyi sebagai berikut:
Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya.
Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaanya.
Baik mumayyiz atau bukan, bapak dari anak tersebut tetap berkewajiban membiayai pemeliharaan dan pendidikan sang anak. Meski dikenal sebagai istilah Islam, mumayyiz merupakan terminologi hukum positif di Indonesia yang diartikan sebagai anak yang telah akil baligh atau sudah dapat membedakan baik dan buruk.
Putusan Mahkamah Agung tanggal 24 April 1975 Nomor: 102 K/Sip/1973
Dalam putusan ini dikatakan bahwa patokan pemberian hak asuh anak memprioritaskan ibu kandung, khususnya bagi anak-anak yang masih kecil dengan menimbang kepentingan anak.
Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 126 K/Pdt./2001 tanggal 28 Agustus 2003
Senada, putusan ini juga menyebut bahwa bila ayah dan ibu bercerai, maka pemeliharaan anak yang masih di bawah umur diserahkan pada orang terdekat dan akrab dengan si anak, yaitu ibu.
Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 239 K/Sip/1968
Lagi-lagi, putusan Mahkamah Agung RI ini juga menegaskan bahwa anak-anak yang masih kecil dan membutuhkan kasih sayang dan perawatan ibu harus diserahkan kepada ibu ketika kedua orangtua bercerai.
Syarat hak asuh anak jatuh kepada ayah
Hak asuh anak jika istri menggugat cerai dapat jatuh ke tangan ayah dalam beberapa kondisi. Pemberian hak asuh anak setelah bercerai kepada sang ayah bukanlah hal yang aneh. Hakim bisa saja mengambil keputusan demikian berdasarkan pertimbangan kemaslahatan anak yang dipengaruhi beberapa hal, seperti:
Persetujuan bersama
Jika ibu dan ayah sudah membuat kesepakatan bahwa hak asuh anak akan diberikan pada pihak laki-laki setelah perceraian, maka hakim bisa mengabulkan permohonan tersebut.
Keterangan saksi
Jika ada saksi yang memberatkan pihak ibu dalam memperoleh hak asuh anak, hakim bisa saja memberikan hak tersebut pada sang ayah.
Ibu tidak bertanggung jawab
Salah satu penyebab ibu kehilangan hak asuh anak adalah saat hakim melihat potensi sang ibu dapat menelantarkan anaknya. Pada kondisi ini, hakim bisa menetapkan sang ayah untuk menjadi pemegang hak asuh anak dalam perceraian.
Selain itu, masih banyak penyebab ibu kehilangan hak asuh anak, mulai dari perilaku buruk ibu, sering selingkuh dengan lelaki lain, menikah lagi, atau murtad (pindah agama). Inilah salah satu alasan mengapa hak asuh anak dalam perceraian karena istri selingkuh dapat diberikan kepada ayah.
Faktor ekonomi
Jika ayah dinilai memiliki faktor ekonomi yang lebih baik sehingga dapat memelihara anak dengan lebih layak, maka ayah bisa mendapatkan hak asuh anak dalam perceraian.
Kedekatan dengan ayah
Pada anak yang sudah lebih besar dan memilih untuk bersama ayah karena kedekatan, hak asuh anak bisa menjadi milik pihak laki-laki.
Lingkungan dan budaya
Kondisi lingkungan tempat anak akan dibesarkan juga bisa menjadi pertimbangan Majelis Hakim dalam memberi hak asuh anak kepada ayah.